Tersebutlah seorang
laki-laki yang menempuh perjalanan dari Damaskus menuju Zabadani. Di tengah
jalan, ada laki-laki lain yang berniat menyewa keledainya. Meski tak dikenal,
ia mengizinkan laki-laki asing untuk menyewa keledainya. Keduanya berjalan
menuju satu lokasi, beriringan.
“Ayo lewat arah sini,” ajak
laki-laki penyewa keledai.
“Tidak, aku belum pernah
lewat jalan itu. Mari tempuh jalan yang lain.” jawab si laki-laki. Mengelak.
“Tenang saja,” rayu
laki-laki penyewa keledai, “aku yang akan menjadi penujuk jalan.”
Keduanya pun berunding
hingga laki-laki pertama mengikuti saran laki-laki yang menyewa keledainya.
Tak lama setelah itu,
keduanya sampai di sebuah tempat yang sukar dilalui. Medannya terjal dan curam.
Laki-laki pemilik keledai melihat ada beberapa mayat tergeletak di sana.
Tak dinyana, laki-laki yang
menyewa keledainya turun sembari menodongkan sebilah pedang. “Turunlah segera!
Aku akan membunuhmu!”
Laki-laki pemilik keledai
pun berlari sekuat kemampuannya. Ia berusaha menghindar, tapi sia-sia karena
sukarnya medan yang harus dilalui.
“Ambil saja keledai
kepunyaanku.
Bebaskan aku.” ujar
laki-laki pemilik keledai. Nyawanya terancam. “Pasti. Aku tidak akan menyia-nyiakan
keledaimu. Tapi, aku juga ingin membunuhmu.” Gertak si laki-laki. Bengis.
Tak henti-hentinya,
laki-laki pemilik keledai ini menyampaikan nasihat. Ia juga membacakan
ancaman-ancaman Allah Ta’ala dalam al-Qur’an dan hadits Nabi tentang dosa
membunuh dan melakukan kejahatan secara umum.
Sayangnya, laki-laki itu tak
menggubris. Nafsu membunuhnya sudah bulat. Tak bisa dicegah. Mustahil
diurungkan. “Jika demikian,” ujar laki-laki pemilik keledai, “izinkanlah saya
mendirikan shalat. dua rakaat saja.”
“Baiklah,” bentak laki-laki
jahat, “tapi jangan lama-lama!”
Qadarullah, semua hafalan
laki-laki pemilik keledai hilang. Saat sibuk mengingat-ingat, laki-laki tak
bernurani itu membentak dan menyuruhnya bergegas.
Akhirnya, teringatlah satu
ayat oleh laki-laki pemilik keledai ini. Ia membaca firman Allah Ta’ala dalam
surat an-Naml [27] ayat 62, yang berbunyi:
“Atau siapakah yang
memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya
dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai
khalifah di bumi? Apakah selain Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah
kamu mengingati(Nya).”
“Seketika itu juga,” tutur
si laki-laki, “dari mulut lembah muncul seorang pengendara kuda membawa tombak.
Dia melemparkan tombak tepat di dada laki-laki jahat itu hingga langsung
tersungkur tanpa bernyawa.”
“Siapakah engkau?” tanya
laki-laki pemilik keledai penuh heran sekaligus haru terima kasih.
“Akulah hamba-Nya Dia yang
memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan.”
Kisah menakjubkan ini juga
dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Wallahu
a’lam.